Home

Entri Populer

Jumat, 18 Maret 2011

Jarimah Pencurian

A. Pengertian Mencuri

Secara bahasa, mencuri berarti mengambil secara diam-diam. Sedangkan secara istilah banyak pendapat yang mengemukakan definisi mengenai mencuri :

1. Menurut Sabiq (1973:468), mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi.

2. Menurut Ibnu Arafah, orang arab memberi definisi, mencuri adalah orang yang datang dengan sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang orang lain untuk mengambil apa-apa yang ada di dalamnya yang pada prinsipnya bukan miliknya.

3. Menurut Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, mencuri adalah mengambill barang orang lain (tanpa izin pemiliknya) dengan cara sembunyi-sembunyi dan mengeuarkan dari tempat penyimpanannya.

4. Menurut Al-Jaziri (1989:756), mencuri adalah prilaku mengamsil barang orang lain minimal satu nisab atau seharga satu nisab, dilakukan orang berakal dan baligh, yang tidak mempunyai hak milik ataupun syibih milik terhadap harta tersebut dengan jalan sembunyi-sembunyi dengan kehendak sendiri tanpa paksaan orang lain, tanpa perbedaan baik muslim, kafir dzimni, orang murtad, laki-laki, perempuan, merdeka ataupun budak.

B. Rukun dan Syarat Pencurian

Suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai prilaku pencurian apabila memenuhi keempat rukun dan syarat, meliputi : pencuri, barang yang dicuri, cara melakukan pencurian, dan tempat penyimpanan barang yang dicuri.

Menurut Sabiq (1973:490-493), syarat-syarat pencurian itu meliputi : pertama, orang yang mencuri harus mukalaf, artinya anak kecil dan orang gila tidak termasuk. Kedua, pencurian dilakukan atas kehendak sendiri, tidak ada sedikit pun paksaan dari orang lain. Ketiga, pencuri tidak memiliki harta syubhat terhadap barang yang dicuri, seperti contoh : orang tua yang mencuri harta anaknya tidak bisa dijatuhi hukuman, karena orang tua memiliki harta syubhat pada anaknya. Sabiq tidak mensyaratkan agama islam pada pencuri, meskipun pencuri itu beragama non-muslim, ia tetap di hadd sebagaimana haddnya orang islam.

Menurut Al-jaziri (1989:154-155), syarat pencuri yang harus dipotong tangan meliputi : baligh, berakal, tidak memiliki sedikit pun bagian terhadap barang yang dicuri, dan pencuri bukan penguasa atas harta yang dicurinya, seperti majika yang mecuri harta budaknya, begitu pula sebaliknya, maka tidak bisa dijatuhi hukuman, serta pencuri melakukannya atas kehendak sendiri, tidak ada sedikit pun paksaan. Ibnu Rusyd mengatakan (1990:649-650) bahwa fuqaha sependapat dengan persyaratan yang telah disebutkan tadi.

C. Syarat-Syarat Barang Curian

Menurut Sabiq (1973:493-497), syarat-syarat barang curian meliputi : pertama, barang yang dicuri tersebut berharga, bisa dipindahmilikkan dan sah apabila dijual. Kedua, barang yang dicuri mencapai satu nisab. Menurut Al-Jaziri (1989:155) : pertama, barang tersebut mencapai satu nisab. Kedua, barang tersebut buan milik pencuri. Ketiga, barang tersebut bisa dimiliki dan sah apabila dijaul. Keempat, barang tersebut sah dicuri. Dalam menanggapi pencapaian satu nisab, ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama berpendapat, bahwa satu nisab itu seperempat dinar emas atau tiga dirham dan perak. Ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah, yakni : “ diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW menjatuhkan hadd atas pencuri seperempat dinar “, dan pada riwayat Nassa’i dalam hadits marfu’, menjelaskan bahwa tidaklah dipotong tangan orang yang mencuri barang dibawah harga perisai atau tameng, di kala Aisyah ditanya tentang harga perisai atau tameng, ia menjawab bahwa harganya seperempat dinar. (Sabiq, 1973:495-496)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar