Home

Entri Populer

Jumat, 18 Maret 2011

Gadai Syariah

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan pada orang lain yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan.
Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suau badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannyapada saat jatuh tempo. Sedangkan BUMN hanya berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.

1a. Sejarah dan Perkembangan Pegadaian
Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktekkan di wilayah – wilayah eropa lainnya, misalnya Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda(VOC), yaitu sekitar abad ke- 19.
Bentuk usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan – peraturan yang mengaturnya.
Pada mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jendral HindiaBelanda melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tertanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam staatblad tahun 1901 Nomor 131 tersebut sebagai berikut : “ kedua sejak saat itudi bagian Sukabumi kepada siapapun tidak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjam uang tidak melebihi seratus Gulden, dengan hukuman tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang – orang Eropa dan pasal 339 KUHP bagi orang – orang Bumiputera”.
Selanjutnya, dengan staatblad 1930 No. 226 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti Undang – Undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda 1927 No. 419).
Pada masa selanjutnya, pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dianas pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perussahaan Jawatan (Perjan) pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan umum (PERUM) pegadaian melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi sosial dari pegadaian merupakan satu – satunyaacuan yang digunakan oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian. Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyedian dana atas dasar hukum gadai, manaejemen perumpegadaian juga berusaha agar berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perum pegadaian diharapkan akan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya peneriamaan yang didapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri.
Kantor pusat Perum berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor perwakilan daerah dan kantor cabang. Saat ini jaringan usaha Perum Pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar di seluruh .
1b. Landasan Hukum
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Qur’an Surat Al Baqarah : 283

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai
Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
A. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
B. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
C. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
D. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya .

1c. Tujuan Berdirinya Pegadaian Syari’ah

Sebagai lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang berhak memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga keuangan non formal yang cendrung memanfaatkan kebutuhan dan mendesak dari masyarakat, maka pada dasarnya lembaga pegadaian tersebut mempunyai fungsi yaitu :
1. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman dan hemat
2. Menciptakan dan mengembangkan usaha – usaha lain yang menguntungkan bagi pegadaian maupun masyarakat
3. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepagawaian, pendidikan dan pelatihan
4. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian
5. Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi pengelolaan pegadaian.

1. Produk – Produk yang di Kembangkan
Layanan jasa serta produk yang ditawarkan oleh pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
• Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik dan lainnya. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.
• Penaksirannilai barang
Jasa ini diberikan bagi mereka yang menginginkan informasi tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan adalah ongkos penaksiran barang.
• Penitipan barang (ijaroh)
Barang yang dapat dititipkan antara lain : sertifikat motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
• Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertifikat jaminan sebagai buktikualitas dan keasliannya .

2. Mekanisme Operasional & Mekanismenya
Gol Besarnya
Taksiran Nilai Taksiran Biaya administrasi Tarif jasa simpanan Kelipatan
A 100.000 – 500.000 500.000 5000 45 10
B 510.000 – 1.000.000 > 500.000 – 1.000.000 6000 225 50
C 1.050.000 – 5.000.000 > 1.000.000 – 5.000.000 7.500 450 100
D 5.050.000 – 10.000.000 > 5.000.000 – 10.000.000 10.000 2.250 500
E 10.050.000 10.000.000 15.000 4.500 1.000
Tarif Ijaro per 10 hari = Rp. 80 x Taksiran
10 Ribu
Nb :
Jangka waktu cicilan ± 4 Bulan

3. Perbedaan Teknis Pegadaian Syariah dengan Konvensional
No. Pegadaian Syariah Pegadaian konvensial
1 Biaya administrasi berdasar barang Biaya administrasi berupa prosentase yang didasarkan pada golongan barang
2 1 hari dihitung 5 hari 1 hari dihitung 15 hari
3 Jasa simpanan berdasarkan berdasarkan simpanan Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
4 Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarakat Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
5 Uang pinjaman 90% dari taksiran Uang pinjaman untuk golongan A 92% sedangkan untuk golongan BCD 88 – 86%
6 Jasa simpanan dihitung dengan konstanta X taksiran Sewa modal dihitung dengan prosentase X uang pinjaman
7 Maksimal jangka waktu 3 bulan Maksimal jangka waktu 4 bulan
8 Kelebihan uang hasil dari penjaualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada lembaga ZIS Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milki pegadaian

4. Perkembangan dan Pertumbuhan Gadai Syariah di Indonesia
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Fakultas Ekonomi UII, kembali menyelenggarakan Seminar Praktik Akuntansi di Lembaga Keuangan dan Perbankan Syariah. Seminar dimaksudkan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penerapan standard akuntansi keuangan syariah untuk setiap jenis lembaga syariah di Indonesia sekaligus mengenalkan praktik penerapan standard akuntansi syariah di Lembaga Keuangan S.yariah (LKS) Seminar menghadirkan tiga nara sumber yang berkompeten, yaitu praktisi hukum perbankan dan keuangan Islam (Wahyu Wiryono), regulator dari Bank Indonesia (Dwi Suslamanto) dan konsultan akuntansi keuangan syariah (Rifki Muhammad).
Seminar dihadiri sekitar 200 orang, dari berbagai jenis peserta, baik dari lembaga keuangan mikro syariah (BMT/LKS), perbankan syariah dan BPR Syariah, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah dan akademisi serta praktisi bisnis lainnya. Dilaksanakan pada Jum’at 5 Desember 2008 di ruang Aula Utara Lt. 3 kampus FE UII dan dibuka oleh Dekan FE UII Drs. Asmai Ishak, M.Bus.,Ph.D.
Dalam sambutannya Asma’i Ishak mengatakan, Fakultas Ekonomi UII merupakan inisiator Eknomi Islam dan hal telah dipraktekkan baik dalam bentuk kurikulum belajar mengajar maupun dalam bentuk lain yang merupakan contoh kongkrit implementasi ekonomi Islam. Sebagai kontribusi untuk Indonesia, Fakultas Ekonomi UII yang diwakili oleh 3 orang dosen (Munrokhim Misanam, Priyonggo Suseno dan MB.Hendrie Anto) telah membuat buku Ekonomi Islam yang dipakai untuk standar pengajaran Ekonomi Islam di Indonesia . Sisi lain yang lebih disyukuri lagi bahwa buku Ekonomi Islam tersebut pembuatannya atas prakarsa Bank Indonesia dan Depdiknas yang ditenderkan ke seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia, dan FE UII mampu bersaing dengan beberapa perguruan tinggi besar dan memenangkan, hal ini merupakan sebuah prestasi tersendiri.
Direktur P3EI Priyonggo Suseno, M.Sc. dalam sambutannya mengatakan, perkembangan lembaga keuangan dan perbankan syariah di Indonesia sudah menjadi suatu keniscayaan. Tahun 2008 telah tumbuh lebih dari 25 lembaga perbankan komersial syariah dan lebih dari 100 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Asuransi syariah juga telah bermunculan tidak kurang dari 20 perusahaan. Demikian pula perusahaan penerbit saham dan obligasi syariah atau sukuk telah menarik perhatian pasar hingga penerbitan sukuk-Negara-pun habis terjual. Belum terhitung perkembangan lembaga keuangan syariah mikro seperti Baitul Mal wa Tanwil (BMT) dan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), tidak kurang dari 4000 BMT tersebar di selurh Indonesia.
Lahirnya UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU nomor 19 tahun 2008 tentang Saurat Berharga Syariah Negara (SBSN) merupakan suatu sejarah baru kemajuan perkembangan keuangan Islam di Indonesia. Kelengkapan instrument hukum ini telah mengantarkan situasi keuangan Islam Indonesia dari tahapan Pengenalan menuju tahapan Penguatan dan Pemurnian Syariah di bidang keuangan. Kemurnian terhadap pelaksanaan keuangan dan perbankan syariah dari percampuran terhadap system keuangan konvensional secara bertahap telah ditempuh. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih banyak diperlukan instrument pelengkap hingga memudahkan ruang gerak bagi para praktisi keuangan.
Perkembangan perangkat hukum dan instrument keuangan dalam lembaga perbankan syariah di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada lembaga keuangan syariah bukan bank, seperti asuransi, pegadaian dan lembaga keuangan syariah mikro. Beberapa lembaga inti yang terlihat dalam pengembangan lembaga keuangan ini sudah menyambut dengan baik, seperti dengan diterbitkannya berbagai Peraturan Bank Indoensia (PBI) oleh BI, berbagai fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK) Syariah oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Dikeluarkannya PSAK Syariah tahun 2007 merupakan suatu tuntutan yang tidak bisa dihindari karena PSAK sebelumnya (PSAK no.59) baru mengatur standard akuntansi untuk perbankan syariah saja. PSAK yang terbaru ini (nomor 101-106) dimaksudkan untuk memberikan standard akuntansi keuangan yang bisa diterapkan pada setiap lembaga keuangan syariah, baik bank maupun lembaga keuangan komersial bukan bank (LKBB), seperti asuransi, reksadana dan pegadaian syariah. Dalam tahap ini, standard akuntansi yang diakomodir oleh PSAK Syariah adalah standard akuntansi terhadap transaksi-transaksi yang sudah banyak diterapkan di lembaga keuangan syariah, seperti murabahah, salam, istisna, muddharabah, dan musyarakah. Dengan diterapkannya pelaporan yang standard, maka akuntabilitas dan kredibilitas lembaga keuangan syariah di Indonesia akan semakin terjaga dan meningkat.
Diharapkan dari seminar ini akan menambanh suatu energi bagi pelaku bisnis dan pendidikan untuk mengimplementasikan dan mengembangkan akuntansi keuangan syariah di setiap lembaga. Disdamping itu, seminar ini juga merupakan wadah pengembangan serta pengkajian terhadap akuntansi syariah yang lebih maju. PE3I FE UII memiliki perhatian tidak hanya dalam pengembangan keilmuan ekonomi Islam, namun juga sisi praktik keuangan maupun manejemen dan akuntansi yang berlandaskan syariah Islam, tambah Priyonggo Suseno .

5. Prospek, Kendala dan Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah

5a. Kendala Pengembangan pegadaian syariah
Dalam realisasi terbentuknya pegadaian syariah dan praktek yang telah dijalankan bank yang menggunakan gadai syariah ternyata menghadapi kendala-kendala sebagai berikut:
a. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan
b. Masyarakat kurang familiar dengan produk rahn dilembaga keuangan syariah
c. Kebijakan Pemerintah tentang gadai syariah belum akomodatif terhadap keberadaan pegadaian syariah
d. Pegadaian kurang popular
5b. Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
Adapun usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pegadaian syariah antara lain :
a. Banyak mensosialisasikan kepada masyarakat
b. Pemerintah perlu mengakomodir keberadaan keberadaan pegadaian syariah dengan membuat peraturan pemerintah atau undang-undang pegadaian syariah

5c. Mekanisme Pegadaian Syariah
Operasi pegadaian syariah menggambarkan hubungan diantara nasabah dan pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1. Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan dan kemudian pegadaian syariah menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam melaksanakan pembiayaan.
2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai.
3. Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan barang, biaya pemelihara, penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah
4. Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo.

Pegadaian syariah mempunyai ciri-ciri :
a. Biaya administrasi pegadaian syariah berdasarkan barang bukan pada prosentase yang didasarkan pada golongan barang.
b. Pada pegadaian syariah 1 hari dihitung 5 hari bukan 15 hari.
c. Jasa simpanan berdasarkan simpanan bukan berdasarkan uang pinjaman.
d. Bila pinjaman tidak dilunasi barang pinjaman akan dijual kepada masyarakat bukan dilelang.
e. Uang pinjaman 90 % dari nilai taksiran bukan 92 % untuk golongan A dan untuk golongan BCD 88-86 %.
f. Penggolongan nasabah pegadaian syariah D-K-M-I-L bukan P-N-I-D-L.
g. Jasa simpanan dihitung dengan konstanta dikali taksiran bukan dengan prosentase dikali uang pinjaman.
h. Maksimal jangka waktu di pegadaian syariah 3 bulan bukan 4 bulan.
i. Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah dan bukan menjadi milik pegadaian melainkan diserahkan kepada Lembaga ZIS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar